Sekali lagi kau berulah,
Seperti biasa kau getarkan hatiku,
Tapi apa dayaku,
Aku menikmati itu,
Sangat,
Laksana bintang di angkasa,
berjuta-juta kilometer jauhnya,
Namun tetap bisa kupandang jelas,
Kala malam,
Karena sinarnya yang terang,
Seperti itu dirimu,
Yang selalu kupandang,
Kulihat guritan indah senyummu,
Merekah,
Seperti mawar yang malu-malu mekar,
Aku adalah pungguk,
Cuma seorang cecunguk yang setia memandang kerlap-kerlip bintang,
Maka apalah artinya jika disandingkan dengan mu?
Mungkin hanya meredupkan sinarmu itu,
Maka itu sedari dulu aku sadarkan diri,
Cukuplah sinarmu yang menyenangkan hati,
Menyemangati,
Mengindahkan tiap malam ku,
Walau mungkin kau pun tak tahu,
Tak apalah bagiku.
(Blitar, 23 Februari 2016)
0 komentar:
Posting Komentar