Sepanjang langkahku, ku menyusuri jalan-jalan
Mata memandang namun bagaikan buta
Mungkin lebih baik buta
Daripada ku lihat kau tersenyum , tapi untuk dia
Selama kuda tetap berjalan atau berlari
Roda pedati tidak akan pernah berhenti
Jari jemariku rupanya menggenggam penuh dendam
Seolah ingin menghantam cermin di dinding kamarku
Lihatlah langit luas tanpa batas
Tapi tidak dengan akal sehatku
Kau yang telah pergi sejauh matahari
Masih saja kulihat sebagai senja awal dari kepulanganmu
Cubit tanganku agar aku sadar dari mimpi burukku
Aku sudah cukup menua dalam lamunan panjangku
Atmosfer bumi diantara atap rumahku dan angkasa adalah jarak bagaikan kita berdua
(Adhifatul Puaddiyah)
0 komentar:
Posting Komentar