“siapa sih dia berani-beraninya sama gue. Sok banget jadi
orang. Ngajak gue berantem apa?”
“gue udah bela-belain tapi apa balesannya, malah gue
diginiin. Difitnah.”
Mungkin kata-kata di atas pernah kita dengar atau mungkin
kita sendiri pernah mengatakannya saat ada masalah dengan orang lain. Beberapa orang
mungkin hanya “ngrundel” dibelakang dan memilih tidak merespon karena rasa
malas atau enggan timbul konflik yang destruktif. Beberapa orang mungkin malah
secara frontal tanpa “tedheng aling-aling” meluapkan kekesalannya atas dasar
harga diri atau ingin masalah segera selesai.
KONFLIK ITU NYATA
Yah.. setiap orang pasti bermasalah. Setiap orang pasti
mengalami konflik. Bisa dengan temen, pasangan, keluarga, guru, tetangga atau
bahkan dengan lembaga/perusahaan. Conflict
is real. Konflik itu nyata dan sebuah keniscayaan di dunia ini.
Beberapa orang mungkin menghindari konflik karena tak ingin
merusak hubungan dg orang lain. Tapi sikap ini lama-kelamaan akan merusak orang
tsb. Yah.. mereka dengan sikap ini akan cenderung lari dari masalah. Melihat konflik
sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Atau bahkan ingin cari selamat
sendiri. Who knows?
Ada pula beberapa orang yang dengan berani menghadapi
konflik. Ada pula yang dengan sengaja atau tak sengaja malah membuat konflik
terjadi. Orang-orang macam ini terancam dikuasai amarah. Hal ini bisa
mengakibatkan matinya objektifitas dan suburnya subjektifitas yang pasti
berdampak destruktif.
Diluar dua hal tadi, kita harus sadar jika konflik itu ada
dan nyata. Jika dia dating kita harus memberanikan diri menghadapinya. Namun,
jika belum dating janganlah mencari-cari celah yang menimbulkan konflik. Biarlah
konflik datang secara alami tanpa diada-adakan sebagai ajang melatih diri.
KONFLIK ITU MENCERDASKAN
Manusia selalu tumbuh dan berkembang baik secara jasmani
maupun rohani. Secara jasmani kita jadi lebih tinggi, tambah ganteng, tambah
cantik, suara tambah mantab, tubuh tambah kekar dan lain-lain. Semua itu
bergantung dari asupan gizi yang kita makan dan latihan/olah raga yang kita
lakukan.
Secara rohani, kita jadi lebih mengerti baik-buruk, mengerti
bagaimana bersikap, bisa mengambil keputusan, bisa mengerti perasaan orang,
bisa menguasai diri sendiri dan lain-lain. Ini juga bergantung dari latihan kita.
Konflik adalah sebuah latihan rohani yg sengaja disiapkan
TUHAN untuk mengembangkan rohani kita. Dari konflik TUHAN ingin melatih kita
penguasaan diri. Bagaimana mengendalikan amarah dan nafsu yg meledak-ledak. Bagaimana
pula tetap berfikir jernih ditengah gemburan kobaran amarah. Juga bagaimana
kita tetap bisa menjaga tali silaturahmi karena sering konflik berakhir dengan
putusnya tali silaturahmi.
Saat kita berkonflik dengan orang lain, sudah barang tentu
amarah datang tak henti-hentinya. Akan hadir pula orang yg malah mengobarkan
api amarah dalam diri kita. Akan hadir pula orang yg berusaha memadamkannya. Dalam
hal ini, kita harus bisa menguasai diri. Menguasai api amarah kita, jangan
sampai membakar diri sendiri atau malah orang lain yg tak ada sangkut pautnya.
Indicator keberhasilan latihan kita adalah bagaimana kita
bisa tetap menguasai diri kita dan tetap berfikir objektif dengan tetap
mementingkan menjaga tali silaturahmi dari pada merusaknya. Keterbukaan dalam
menhadapi konflik diperlukan, tapi hati-hati jangan sampai amarahlah yang
menguasai tutur kata kita.
Jadi singkat kata, konflik itu mencerdaskan rohani kita. Jika
kita bisa lulus latihan ini, maka kita bisa jadi pribadi yang baru, yang lebih
matang secara rohani.
METODE JALAN TENGAH
Dalam berkonflik tentu ada 2 atau lebih kubu yang saling
berbenturan. Kadang secara terang-terangan, kadang pula saling menyindir,
kadang juga diam tak terlihat tapi menusuk dari belakang. Yah, berbagai hal
dilakukan orang untuk mengatasi konfliknya.
Ada orang yg memandang konflik sebagai pembuktian siapa yg
kuat siapa yg lemah. Akhir dari konflik diterjemahkan sebagai pemenang dan
pecundang. Orang tipe ini sudah barang tentu ingin jadi pemenang. Tapi, pada
kenyataannya semua yg berkonflik akan dirugikan jika cara pandangnya seperti
ini. Sudah barang tentu tali silaturahmi akan terputus dan bisa saja setelah
itu akan timbul konflik susulan sebagai balas dendam dari si pecundang. Sebuah
lingkaran setan yg tak berkesudahan.
Ada pula yang memandang konflik sebagai sebuah cobaaan suatu
hubungan. Mereka ini memandang tak harus ada pemenang dan pecundang di akhir
cerita. Mereka ini hanya ingin konflik berakhir manis dan kubu-kubu yang
bertikai kembali akur seperti sedia kala. Tapi, taka da namanya kembali seperti
sedia kala. Konflik pasti berdampak pada kuat-lemahnya jalinan hubungan. Karena
dalam konflik sifat2 tersembunyi seseorang akan terungkap. Hal-hal yg tidak
kita tahu sebelumnya akan muncul. Tak jarang sifat buruk yg tersembunyi akan
muncul sebagai akibat dari kondisi hubungan yang memanas.
Sebaiknya kita gunakan jalan tengah atau win-win solution. Sehingga tak ada yang
dirugikan. Ego memang harus kita tahan. Keinginan untuk menang harus kita
korbankan demi tetap terjalinnya tali silaturahmi. Semua hal bisa saja terjadi
sebagai jalan keluar terbaik dalam sebuah konflik. Tak jarang jika memang sudah
tak lagi bisa disatukan, saling menjauh dan tak mengganggu sebagai salusi
terbainya. Dan ini harus kita sadari dan kita terima.
Metode jalan tengah mengedepankan solusi yang tak merugikan
semua kubu yang berseteru. Yang diutamakan tentu memertahankan tali silaturahmi
diantara kubu yg berseteru. Namun, kita harus terima jika timbul kerenggangan
hubungan pasca konflik. Selain itu kita harus mengusahakan bagaimana agar tak
timbul konflik susulan yang malah berdampak lebih buruk lagi.
PAHAMI KONFLIK SEBAGAI KENYATAAN, JALANI KONFLIK SEBAGAI
LATIHAN, ATASI KONFLIK DENGAN MENYENANGKAN.
0 komentar:
Posting Komentar